KUANTANSINGINGI(RakyatTimes.id) – Pacu Jalur atau perahu panjang yang berukuran jumbo yang merupakan tradisi turun temurun yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau yang kini menjadi salah satu destinasi wisata favorit wisatawan.
Pacu jalur terbilang unik dan menarik. Sebab, ada penari viral di jalur depan tampak begitu asyik bergoyang ketika jalur melaju kencang membelah Sungai Kuantan. Ada yang menari seperti ular, naga, dan sebaginya.
Pacu jalur merupakan lomba dayung tradisional, perahu ini terbuat dari kayu utuh tanpa sambungan yang disebut Jalur, masyarakat setempat memiliki kepercayaan bahwa pacu jalur ini merupakan puncak dari seluruh kegiatan dan segala keringat yang mereka keluarkan selama setahun.
Perahu yang sekarang disebut Jalur ini dahulunya digunakan sebagai alat transportasi dan digunakan untuk mengangkut hasil bumi dan menjadi alat transportasi bagi masyarakat di Sungai Kuantan.
Tapi akhirnya berkembang mulai digunakan dalam perlombaan adu cepat yang biasanya dilaksanakan untuk merayakan hari-hari besar seperti tahun baru islam, lebaran agama islam, serta menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pacu jalur dahulunya sebagai persembahan Ratu Belanda. Pada awalnya pacu jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang sungai Kuantan.
Jalur yang mengikuti perlombaan bisa mencapai lebih dari 100 peserta. Menurut masyarakat setempat, konon katanya sudah ada sejak tahun 1903. Pada masa penjajahan belanda, pacu jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat, serta memperingati hari kelahiran ratu Belanda, Wilhelmina yang jatuh pada 31 agustus.
Kegiatan pacu jalur pada zaman belanda dimulai pada tanggal 31 agustus sampai dengan 2 september. Perayaan pacu jalur tersebut diperlombakan selama 2-3 hari tergantung jumlah jalur yang ikut berpacu, kini warna warni kostum dan dentum suara meriam penanda mulainya perlombaan serta teriakan pemberi semangat menjadi daya tarik budaya lokal asli Kuantan Singingi Riau yang pantas dinanti dan dinikmati. Dapat digambarkan saat hari berlangsungnya pacu jalur, kota jalur bagaikan lautan manusia.
Tadisi pacu jalur telah ditetapkan warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud RI. Masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing) menggelar pacu jalur di Sungai Kuantan, perlombaan mendayung perahu ini sudah ada sejak 100 tahun yang lalu.
Jalur tersebut berisikan 50-60 orang yang saling berkoordinasi agar dayungnya kompak untuk menghasilkan kecepatan. Ada beberapa bagian peran dalam perahu, pertama tukang congcang, yaitu komandan atau pemberi aba aba, ada tukang tari yang berfungsi sebagai penyemangat dan pemberi tanda jika posisi jalurnya di depan dari lawan dia akan berdiri, jika sejajar dia duduk, jika dekati finish masih sejajar atau tertinggal, penari jalur akan lompat ke sungai untuk mengurangi beban jalurnya.

Tukang Tari didepan lajur yang tampak asik menari
Kemudian di bagian belakangnya ada anak pacu yaitu para pendayung jalur, lalu ada juga tukang timba untuk menimba air yang masuk kedalam jalur, kemudian ada tukang Ojai yaitu pengemudi jalur.
Salah satu tokoh adat Kuantan, Kariyono kepada awak media menyampaikan harapannya bagaimana pelaksanaan kegiatan Pacu Jalur tetap lestari.
“Kita terus berharap dukungan dari Pemerintah Provinsi Riau, sehingga Pacu Jalur ini tetap lestari agar pariwisata di Kuansing semakin maju sehingga perekonomian meningkat menjadikan masyarakat Kuansing sejahtera,” pungkasnya, minggu (23/6/2024).
Mengenal lebih jauh tradisi perlombaan pacu jalur yang sarat akan nilai budaya dan gotong royong sebagai salah satu agenda kebudayaan tahunan Provinsi Riau.
Terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk dapat membuat sebuah jalur. Dimulai dari Rapek Kampuang/banjar atau rapat desa serta izin dari pemerintah.
Rapat kampuang diadakan bertujuan untuk membentuk panitia pembuatan jalur dan dalam tahap ini juga ditentukan hutan lokasi pencarian kayu.
Salah satu yang unik dari tradisi pacu jalur adalah bahan utama dalam membuat perahu yaitu kayu utuh tanpa sambungan.
Yang menarik, proses pembuatan jalur tidak bisa dilakukan sembarangan. Sebelum masyarakat mengambil kayu besar, mereka melakukan ritual sebagai tanda penghormatan dan permohonan izin kepada hutan belantara. Dalam pengambilan kayu besar di hutan, masyarakat biasa memilih kayu yang bertuah dengan harapan bisa membawa kemenangan ketika sedang berlomba.
Dalam tradisi pacu jalur ini, tampak memberikan kesan kepercayaan animisme dan dinamisme. Karena kayu jalur itu sendiri dipandang mempunyai “mambang”, yakni makhluk halus yang dipercaya menghuni kayu dan jalur tersebut.
Jalur dipandang sebagai makhluk hidup yang sama halnya dengan manusia yaitu jasadnya dan ruh.
Kayu jalur itu sendiri adalah jasadnya, sedangkan mambang yang terdapat dalam kayu jalur itu adalah ruhnya. Bila jalur tersebut sakit, maka tidaklah semua orang dapat mengobatinya, akan tetapi yang dapat untuk mengobatinya dalam hal ini adalah dukun. Sehingga lebih luas dikenal dengan sebutan dukun jalur.
Jalur biasanya terbuat dari Kayu Kure, Kunyuang, Banio, Tonam, dan Meranti Sugar yang memiliki panjang 25 hingga 27 meter dengan diameter 1 hingga 1,25 meter.
Proses pembuatan dilakukan dengan swadaya oleh masyarakat sehingga menunjukkan kegotongroyongan.
Maelo Jalur
Merupakan salah satu tradisi budaya yang juga menarik dibahas, sebab Maelo Jalur adalah menarik kayu berukuran jumbo dari hutan dengan kondisi utuh selanjutnya dibawa ke perkampungan, dikampung kayu mulai diolah menjadi perahu ukuran jumbo yang disebut jalur.
Uniknya, sejak zaman dahulu kayu ditarik beramai ramai. Maelo jalur atau menarik merupakan salah satu tahapan penting dalam festival pacu jalur. Mengingat besar dan panjangnya kayu tersebut, maka diperlukan banyak tenaga manusia untuk menariknya. Kekompakan masyarakat kampung amat sangat diperlukan agar pekerjaan Maelo Jalur berjalan dengan sukses.
Menariknya, Maelo Jalur sudah menjadi tradisi yang melekat dan mendarah daging bagi masyarakat Kuantang Singingi.
Setelah sampai diperkampungan, kayu panjang nan jumbo tersebut diolah beramai-ramai.
Melayur Jalur
Adapun proses melayur jalur adalah proses pembakaran atau pengasapan jalur dengan posisi tertelungkup. Proses ini dimulai dengan menaikkan jalur keatas ketempat pengasapan secara bersama-sama.
Setelah berada diatas pelayuran, jalur kemudian dibakar kayu dibawahnya. Proses ini biasanya kurang lebih 5 jam yang biasanya dimulai pada malam hari.
Dalam proses ini juga dilakukan penyembelihan ayam dan darahnya ditaburkan dihaluan jalur.
Kebiasaan penyembelihan ayam sambil dioleskan ke jalur itu dilakukan secara simbolik, dengan harapan masyarakat supaya pelayurannya lancar.
Proses pembuatan jalur turun temurun dengan proses yang begitu panjang dan penuh kebersamaan.
Seiring perkembangan zaman, Jalur mulai dihiasi di antaranya dengan ukiran khas yang indah, lengkap dengan payu, selendang, tiang tengah (gulang-gulang), dan lambai-lambai (tempat bagi juru mudi berdiri).
Pembuatan jalur ini membutuhkan waktu estimasi kurang lebih 1-3 bulan dengan proses trasidisional dengan penuh kearifan lokal.
Salah satu masyarakat, Avi menyebut pacu jalur sudah mendarah daging dan menjadi sebuah kebanggan turun temurun sejak zaman dahulu.
“Inilah yang menjadi simbol kebersamaan sejak zaman nenek moyang kami,”ujarnya.
Sementara itu, salah satu masyarakat Banjar Benai, Deri kepada media menyampaikan Jalur Banjar Benai yang bernama 9 Langkah Puteri Samudra.
“Sorot anak pacuan Mari kito kombangkan nak talipek. Kito ambiak tuah nan ka monang, kito gonggam cilako ka nan kalah. Insya Allah 9 langkah puteri samudra sang juara,” ulas Deri dalam bahasa kuantannya di Banjar Benai, Senin (1/7/2024).
Pacu Jalur tradisional Kuantan Singingi dinobatkan sebagai pariwisata terpopuler di Indonesia di ajang Anugerah Pesona Indonesi (API) oleh Kementrian Pariwisata RI.
Bupati Kuansing, Suhardiman Amby menyebut Budaya Pacu Jalur sudah masuk Top 10 Karisma Event Nusantara (KEN).
Dengan itu diharapakan dapat menjadi momentum menggerakkan perekonomian masyarakat Kuansing.
“Hal itu menjadi tujuan dari Pemerintah Daerah untuk mengadakan pacu jalur di setiap rayon atau Kecamatan. Selain itu juga sembari mempromosikan keunikan pacu jalur sehingga menjadi trending topik bagi wisatawan lokal maupun luar,” pungkas Bupati.
Penyelenggaran Pacu Jalur diharapkan mampu membangkitkan ekonomi masyarakat melalui UMKM.

Keseruan masyarakat di sepanjang tepian Sungai Kuantan.
Ribuan penonton yang dilayani dengan sajian masakan khas daerah setempat tersebut, menghasilkan perputaran rupiah bagi warga tempatan yang berjualan.
Ivent pacu jalur memiliki beberapa fungsi seperti fungsi kultural, edukatif, ideologi, solidaritas sosial serta kekeluargaan. Nilai-nilai yang harus dijaga dan dibangun secara kokoh dengan menanamkan kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda sebagai bagian Warisan Budaya Takbenda asli Indonesia.
Festival Pacu Jalur menjadi momentum yang tepat menggiatkan perekonomian masyarakat di Kuansing. Sebab, Festival Pacu Jalur mampu meningkatkan kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun, baik dari dalam maupun luar negeri.
Setiap masyarakat memiliki bentuk budaya yang berbeda-beda. Kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena manusia itu sendiri yang menciptakan kebudayaan sehingga mereka disebut sebagai makhluk yang berbudaya.
Tradisi pacu jalur ini merupakan salah satu bentuk tradisi yang telah lama dilestarikan oleh masyarakat Rantau Kuantan. Pacu jalur ini tidak hanya sekadar adu kecepatan antara satu perahu dengan perahu yang lain, akan tetapi juga merupakan tradisi yang telah berurat dan berakar di kalangan masyarakat Rantau Kuantan.
Penulis : M. Rio Aldo (PWI Kampar)
Ikuti Kami di Halaman FACEBOOK RAKYAT TIMES dan TELEGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terupdate
***
Dapatkan info berita terbaru via Group Whatsapp RAKYAT TIMES
***
Ikuti INSTAGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terbaru dalam Gambar.


