Korupsi dalam Pelayanan Publik

KORUPSI DALAM PELAYANAN PUBLIK 

(Kasus Korupsi Kepala Daerah Lampung)

RakyatTimes.id – Secara umum, birokrasi adalah struktur tatanan organisasi, bagan, pembagian kerja dan hierark terdapat i yang pada sebuah lembaga yang penting untuk menjalankan tugas-tugas agar lebih teratur, seperti contohnya pada pemerintahan, rumah sakit, sekolah, militer dll. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Dengan demikian, birokrasi juga dapat diartikan sebagai cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.

Secara etimologi, birokrasi diambil dari kata “bureau” dalam Bahasa Prancis dan “kratos” dalam Bahasa Yunani. “Bureau” berarti meja tulis. Sedangkan “kratos” artinya pemerintahan. Maka dapat disimpulkan jika birokrasi adalah sekumpulan orang yang bekerja di balik meja tulis, baik di perkantoran ataupun bidang pemerintahan. Apabila dilihat dalam bidang politik atau pemerintahan, birokrasi adalah perwujudan aparat pemerintahan negara dalam melakukan dan mengimplementasikan berbagai kebijakan lewat serangkaian tahapan yang telah ditentukan.

Namun, ada pendapat lain bahka kata birokrasi adalah berasal dari dua kata bahasa inggris yakni bureau yang berarti meja, biro, kantor dan cracy yang berarti pemerintahan. Berdasarkan istilah tersebut dapat diartikan sebagai pemerintahan melalui meja, biro atau kantor. Beberapa para ahli terkemuka menyampaikan definisi birokrasi menurutnya. Berikut penjelasannya:

Max Weber

Dalam jurnal Manajemen Strategik Birokrasi dalam Era “Disruption” (2018) karya Wawan Risnawan, dituliskan jika Max Weber mendefinisikan birokrasi sebagai bentuk organisasi yang penerapannya sesuai atau berhubungan dengan tujuan bersama yang ingin dicapai. Artinya birokrasi digunakan untuk mengorganisasikan pekerjaan secara teratur.

Fritz Morstein Marx

Definisi birokrasi adalah tipe organisasi yang biasa digunakan pemerintahan modern untuk melaksanakan tugas yang sifatnya spesialis, dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam suatu sistem administrasi.

Blau dan Page

Dikutip dari buku Birokrasi (Kajian Konsep, Teori menuju Good Governance) (2018) karya Muhammad, Blau dan Page menjelaskan birokrasi sebagai tipe organisasi yang digunakan untuk menjalankan tugas administratif yang besar, dengan cara mengoordinasikan pekerjaan banyak orang secara sistematis atau teratur.

Dwijowijoto

Definisi birokrasi adalah lembaga yang sifatnya sangat kuat dengan kemampuan peningkatan kapasitas potensial terhadap hal baik serta buruk, yang keberadaannya sebagai instrumen administrasi rasional yang netral.

Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus yang kemudian dikatakan bahwa corruptio berasal dari bahasa Latin yang lebih tua, yaitu corrumpere. Secara harfiah, korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian. Secara umum, pengertian korupsi adalah semua tindakan tidak jujur yang memanfaatkan jabatan atau kuasa untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain. Di Indonesia, tindak korupsi diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.

Berdasarkan undang-undang tersebut, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. Melansir buku ‘Teori & Praktik Pendidikan Anti Korupsi’ karya Sukiyat, korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Dengan demikian, korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

Jenis-jenis Korupsi

Masih mengutip buku ‘Teori & Praktik Pendidikan Anti Korupsi’ menurut studi yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia, praktik-praktik korupsi, meliputi manipulasi uang negara, praktik suap dan pemerasan, politik uang, dan kolusi bisnis. Pada dasarnya praktik korupsi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yakni

1. Penyuapan (Bribery)

Penyuapan adalah pembayaran dalam bentuk uang atau sejenisnya yang diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Dengan demikian, dalam konteks penyuapan, korupsi adalah tindakan membayar atau menerima suap. Penyuapan biasanya dilakukan dengan tujuan untuk memuluskan atau memperlancar urusan terutama ketika harus melewati proses birokrasi formal.

2. Penggelapan/Pencurian (Embezzlement)

Penggelapan atau pencurian merupakan tindakan kejahatan menggelapkan atau mencuri uang rakyat yang dilakukan oleh pegawai pemerintah, pegawai sektor swasta, atau aparat birokrasi.

3. Penipuan (Fraud)

Penipuan atau fraud dapat didefinisikan sebagai kejahatan ekonomi berwujud kebohongan, penipuan, dan perilaku tidak jujur. Jenis korupsi ini merupakan kejahatan ekonomi yang terorganisir dan biasanya melibatkan pejabat. Dengan begitu, kegiatan penipuan relatif lebih berbahaya dan berskala lebih luas dibandingkan penyuapan dan penggelapan.

4. Pemerasan (Extortion)

Korupsi dalam bentuk pemerasan merupakan jenis korupsi yang melibatkan aparat dengan melakukan pemaksaan untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbal jasa pelayanan yang diberikan. Pada umumnya, pemerasan dilakukan from above, yaitu dilakukan oleh aparat pemberi layanan terhadap warga.

5. Favoritisme (Favortism)

Favoritisme dikenal juga dengan pilih kasih merupakan tindak penyalahgunaan kekuasaan yang melibatkan tindak privatisasi sumber daya.

Ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah yang terjadi di lampung. Dilansir dari KOMPAS.com Mantan Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara menjadi nama terakhir dari kepala daerah Lampung yang terjerat kasus korupsi. Agung bersama tiga orang lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2019. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 600 juta. Ia pun dijatuhi vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 8 bulan kurungan, setelah terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 100 miliar.

BACA JUGA  Atletik Riau Berhasil Raih Medali Emas Lontar Martil Putra Junior

Dilansir dari Kontan.co.id Khamami yang saat itu menjadi Bupati Mesuji beserta delapan orang lainnya ditangkap KPK pada 23 Januari 2019. Ia menjadi tersangka dalam kasus pembangunan proyek-proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji tahun anggaran 2018. Khamami kala itu diduga menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari pemilik PT Jasa Promix Nusantara (PT JPN) dan PT Secilia Putri, Sibron Azis melalui beberapa perantara. Uang tersebut dalam bentuk pecahan Rp 100.000 yang terikat dan disimpan di dalam kardus. Uang tersebut merupakan fee untuk Khamami dari empat proyek di wilayah Kabupaten Mesuji.

Keempat proyek tersebut terdiri dari dua proyek yang dikerjakan PT JPN dengan nilai total Rp 12,95 miliar dan dua proyek yang dikerjakan PT SP senilai Rp 2,71 miliar. Atas perbuatannya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung pun menjatuhkan vonis kepada Khamami dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan. Hak politik Khamami juga dicabut selama 4 tahun sejak ia selesai menjalani masa pidana pokoknya.

Dilansir dari Kirka.co Bupati Kabupaten Lampung Tengah dua periode yakni 2000 – 2005 dan 2005 – 2010, ia didakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi terhadap dana APBD Kabupaten Lampung Tengah tahun anggaran 2008, sebesar Rp28 miliar. Dirinya mulai disidang atas sangkaan perbuatannya tersebut secara perdana pada April 2011, di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, dan pada putusannya di Oktober 2011 lalu, Majelis Hakim memutuskan untuk membebaskannya dari segala tuntutan Jaksa.

Akhirnya setelah putusan tersebut, Jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI, dengan hasil vonis hukuman pada persidangan di Mei 2012 yakni penjara selama 12 tahun, dengan denda Rp 500 juta serta uang pengganti sebesar Rp20,5 miliar. Namun belum sempat ia menghabiskan masa hukumannya, Andy Achmad mendapat remisi dan dibebaskan dengan syarat pada Agustus 2021 lalu, dengan alasan telah membayar pidana denda yang dibebankan terhadapnya

Kasus korupsi yang terjadi di Lampung menunjukkan adanya masalah serius dalam pemerintahan daerah. Untuk mengatasi korupsi tersebut, beberapa solusi dapat diimplementasikan:

Penguatan Sistem Pengawasan dan Pemeriksaan: Diperlukan peningkatan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang ketat terhadap keuangan publik. Mekanisme pengawasan internal dan eksternal yang efektif harus diterapkan untuk mencegah terjadinya korupsi. Audit internal dan eksternal harus dilakukan secara rutin dan transparan.

Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Penting untuk memperkuat transparansi dalam pengelolaan keuangan publik. Informasi mengenai anggaran, proyek, dan pengeluaran harus mudah diakses oleh masyarakat. Laporan keuangan harus dipublikasikan secara terbuka dan dapat dipahami oleh semua pihak. Selain itu, para pejabat publik harus bertanggung jawab secara penuh atas tindakan mereka dan siap dipertanggungjawabkan jika terbukti melakukan tindak korupsi.

Pendidikan dan Kesadaran Anti-Korupsi: Pendidikan dan kesadaran anti-korupsi harus ditanamkan sejak dini melalui kurikulum pendidikan. Pelatihan anti-korupsi juga perlu diberikan kepada para pejabat pemerintah dan aparatur sipil negara. Masyarakat juga perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang dampak negatif korupsi dan pentingnya partisipasi aktif dalam memberantas korupsi.

Hukuman yang Tegas dan Deterrent: Untuk memberikan efek jera terhadap koruptor, hukuman yang tegas dan sesuai dengan tingkat pelanggaran harus diberlakukan. Proses hukum harus berjalan dengan cepat, adil, dan transparan. Selain itu, pemulihan aset yang diperoleh dari tindak korupsi juga harus dilakukan secara efektif.

Kolaborasi dengan Pihak Eksternal: Pemerintah daerah harus menjalin kerjasama dengan lembaga anti-korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pencegahan, deteksi, dan penindakan kasus korupsi. Pihak eksternal seperti LSM, media, dan masyarakat sipil juga dapat berperan penting dalam mengawasi dan melaporkan indikasi korupsi.

Pengembangan Sistem Teknologi Informasi: Penggunaan teknologi informasi dan e-government dapat membantu mengurangi potensi korupsi. Sistem yang terintegrasi dan terotomatisasi dalam pengelolaan keuangan publik dapat mengurangi intervensi manusia yang rentan terhadap praktik korupsi. Selain itu, whistleblower system yang aman dan terjamin kerahasiaannya juga perlu dikembangkan untuk mendorong pelaporan kasus korupsi.

Dalam mengatasi korupsi, penting untuk mengadopsi pendekatan holistik yang melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, lembaga anti-korupsi, masyarakat, dan sektor swasta.

Penulis: Aidil Falah Armin. Ilmu Administrasi Negara, Universitas Sultan Syarif Kasim Riau

***

Ikuti Kami di Halaman FACEBOOK RAKYAT TIMES dan TELEGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terupdate
***
Dapatkan info berita terbaru via Group Whatsapp RAKYAT TIMES
***
Ikuti INSTAGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terbaru dalam Gambar.