Mengapa Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku perlu dan penting untuk Profesi Wartawan ?
Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku merupakan hal yang sangat penting dan wajib bagi profesi Wartawan. Tanpa memperhatikan Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku maka profesi Wartawan dapat saja menyebarkan berita-berita bohong yang dapat menyesatkan semua pembaca.
Kode etik jurnalistik dan Kode Perilaku adalah landasan moral bagi wartawan yang berisi kaidah penuntun serta pemberi arah tentang apa yang seharusnya dilakukan dan tentang apa yang seharusnya tidak dilakukan wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.
Menarik sekali bila membahas etika jurnalistik secara general, serta penerapan etika profesi itu dalam kesehariannya. Jadi secara khusus wartawan harus sudah memahami seluk beluk kode etik tersebut dalam prakteknya dan wartawan sudah dapat mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyebut kode etik dan pedoman pemberitaan ini merupakan hal mutlak yang harus diikuti
“Pers harus memberi pendidikan kepada publik, kontrol sosial, dan memberikan informasi,” kata dia.
Dikutip dari nasional.tempo.co, “Pers yang bertanggung jawab seperti apa? ya tentu teman-teman media lebih tahulah, ya harus menggunakan etik dan beberapa pedoman yana sudah dimiliki,” ujar Ninik Rahayu di Istana, Senin, 6 Februari 2022.
“Wartawannya juga harus ikut kompetensi supaya memiliki kapasitas di dalam pemberitaan,” imbuhnya.
Melihat hal itu maka diperlukan adanya pemahaman dan penerapan tentang etika jurnalistik dan kode perilaku. Kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik dan kode perilaku Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) merupakan hal yang sangat penting dan wajib bagi pekerja jurnalistik yang tergabung dalam PWI.
Etika jurnalistik adalah sebuah aturan tentang bagaimana seharusnya secara normatif, profesionalisme kerja wartawan dalam menyampaikan berita. Profesionalisme wartawan adalah bagian dari kompetensi wartawan, yaitu mencakup penguasaan keterampilan (skill), didukung dengan pengetahuan (knowledge), dan dilandasi kesadaran (awareness) yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan fungsi jurnalistik.
Dengan adanya kode etik, pers menetapkan sikapnya yang tegas mengenai ruang lingkup dan batasan-batasan kebebasan pers, yaitu dengan menegaskan batas-batas mana terjadi penyimpangan terhadap kepentingan pribadi, kepentingan negara dan kepentingan publik.
Wartawan memang tidak dapat
terlepas dari kehidupan masyarakat karena memegang peranan penting dalam perubahan masyarakat baik di negara maju terlebih lagi kepada negara yang sedang berkembang. Wartawan memberikan sumbangsih yang sangat besar sebagai sarana perubahan sosial dalam usaha pembangunan bangsa, sebagai penyalur aspirasi dan pendapat serta kritik dan control sosial.
Jurnalistik juga berperan sebagai penghubung yang kreatif antara masyarakat dengan masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah. Peranan dan fungsi jurnalistik selain memberikan informasi yang objektif juga berperan dalam pembentukan pendapat umum.
Bahkan dapat menumbuhkan dan meningkatakan kesadaran dan pengetahuan politik bagi masyarakat dalam menegakkan kedisiplinan. Peranan Wartawan juga sebagai “agen perubahan” yaitu membantu mempercepat perubahan masyarakat tradisional ke masyarakat yang modern.
Berbagai peranan tersebut di atas ini telah membuktikan bahwa Wartawan mampu untuk merubah tatanan sosial dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat baik itu dalam bidang ekonomi, sosial budaya, politik, agama dan lain-lain.
Di samping fungsi informasi tersebut Wartawan memiliki fungsi-fungsi lain dalam masyarakat, yaitu:
(1) Fungsi Mendidik (Educate) Dapat dikatakan bahwa di negara-negara yang sedang berkembang, peran dan fungsi jurnalistik harus lebih aktif dalam memberikan informasi sehingga dapat meningkatkan kecerdesan kehidupan bangsa. Wartawan harus memuat tulisan-tulisan yang banyak mengandung ilmu penegtahuan sehingga khalayak pembaca bertambah ilmunya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk artikel, atau tajuk rencana, cerita bersambung atau berita bergambar yang mengandung pendidikan.
(2) Fungsi Menghubungkan (Relations) Sudah jelas bahwa dalam tulisan atau berita menginformasikan kepada khalayak tentang suatu hubungan sosial antara warga Negara yang satu dengan warga negara yang lainnya. Hubungan rohaniah antara tokoh yang diberitakan dengan orang-orang yang menjadi pembaca berita mengenai tokoh tersebut. Dengan adanya ikatan ini akan menghubungakn antara tokoh dan pembaca, sehingga ada kedekatan perasaan yang mendalam dan dapat mengetahui tokoh yang dimaksud.
(3) Fungsi sebagai Penyalur dan Pembentuk Pendapat Umum (Organ of Public Information and Opinion) Dengan adanya berita atau informasi yang berpengaruh, maka akan membentuk pendapat para pembacanya dan berfikir sesuai dengan pola yang diinginkannya. Dalam hal ini setiap tulisan sesungguhnya akan selalu membentuk sebagian dari
pendapat umum.
(4) Fungsi Kontrol Sosial (social Control) Kontrol sosial merupakan salah satu fungsi jurnalistik. Pers yang sangat penting terutama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bahkan jurnalistik dan pers dianggap sebagai kekuatan keempat (the fourth state) dalam sistem politik kenegaraan apalagi menerapkan system pemerintahan demokratis. Kekuatan yang dimaksud sebelum kekuatan kenegaraan tersebut adalah lembaga legislatif (MPR/DPR), eksekutif (pemerintahan) dan lembaga yudikatif (MA).
Fungsi sebagai kontrol sosial ini, untuk mengontrol atau mengawas lingkungan, khususnya kepada pemerintah dan para aparatnya. Selain fungsi diatas dalam buku yang berjudul Komunikasi Teori dan Praktek disebutkan bahwa fungsi jurnalistik adalah fungsi menghibur (to entertain), dan fungsi mempengaruhi (to Influence).
Dalam UU pers 1999 31 (UU no. 11 tahun 1967) tentang ketentuan-ketentuan pokok pers), disebutkan dan diakui fungsi pers-jurnalistik dalam bab 2 pasal 2-5 sebagai berikut:
1. Mempertahankan UUD 1945
2. Memperjuangkan amanat penderitaan rakyat berlandaskan demokrasi Pancasila. 3. memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
4. Membina persatuan dan kesatuan bangsa.
5. Menjadi penyalur pendapat umum yang konstruktif. Dalam UU Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 tentang pers, pada bab 2 tentang asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranan pers disebutkan bahwa fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, di samping peran dan fungsi jurnalistik ini, harus betul-betul berjalan sesuai dengan cara kerjanya, sehingga dapat mengembangkan dan menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam mengarungi kehidupan.
Kode Etik Jurnalistik
Secara singkat dan umum Kode Etik jurnalistik (KEJ) berarti, himpunan atau kumpulan mengenai etika dibidang jurnalistik yang dibuat oleh, dari dan untuk
kaum jurnalis (wartawan) sendiri dan berlaku juga hanya terbatas untuk kalangan jurnalis (wartawan) saja. Tiada satu orang atau badan lain pun yang diluar yang diluar yang ditentukan oleh kode etik jurnalistik tersebut ter hadap para jurnalistik (wartawan), termasuk menyatakan ada tidak pelanggaran etika berdasarkan Kode Etik Jurnalistik itu.
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagamaan masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta professionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Kode etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi, sehingga pada tiap tindakannya, seorang yang merasa berprofesi tentulah membutuhkan patokan moral dalam profesinya. Karenanya suatu kebebasan termasuk pers sendiri tentunya mempunyai batasan, dimana yang paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nuraninya. Dalam hal ini, kebesan pers bukan saja dibatasi oleh Kode Etik Jurnalistiknya akan tetapi ada batasan lain, misalnya ketentuan menurut Undang-Undang.
Pada prinsipnya menurut Undang-undang No. 40 Tahun 1999 menganggap bahwa kegiatan jurnalistik/wartawan merupakan kegiatan/usaha yang sah yang berhubungan dengan pengumpulan, pengadaan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat atau ulasan, gambar-gambar dan sebagainya, untuk perusahan pers, radio, televisi dan film.
Guna mewujudkan hal tersebut dan kaitannya dengan kinerja dari pers,
keberadaan insan-insan pers yang profesional tentu sangat dibutuhkan, sebab walau bagaimanapun semua tidak terlepas dari insan-insan pers itu sendiri. Oleh, seorang wartawan yang baik dan professional sedapat mungkin memilih syarat-syarat: bersemangat dan agresif, prakarsa, berkepribadian, mempunyai rasa tanggungng jawab, akurat dan tepat, pendidikan yang baik, hidung berita dan mempunyai kemampuan menulis dan berbicara yang baik.
Kode Etik Jurnalistik dinyatakan bahwa kebebasan pers adalah perwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat sebagai mana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945, yang sekaligus pula merupakan salah satu ciri Negara hukum, termasuk Indonesia. Namun kemerdekaan/kebebasan tersebut adalah kebebasan yang bertanggung jawab, yang semestinya sejalan dengan kesejateraan sosial yang dijiwai oleh landasan moral.
Karena Dewan Pers menetaapkan Kode Etik Jurnalistik yang salah satu landasannya adalah untuk melestarikan kemerdekaan/kebebasan pers yang bertanggung jawab, disamping merupakan landasan etika para jurnalis.
Diantara muatan Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode etik (jurnalistik) yang memberi wewenang kepada golongan manapun di luar Dewan Pers untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Namun terlepas dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar kode etik yang ada atau norma/aturan hukum atau bahkan melanggar kedua-duanya.
Semua ini tetap berpeluang pada pribadi insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab masyarakat sendirilah yang dapat menilai penerbitan/media yang memang ditujukan untuk melayani masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi kode etiknya.
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Deklrasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagamaan masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan public dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Selain itu Kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Etika inilah yang harus dijalankan selain menggunakan hukum atau undang-undang dasar.
Sehingga wartawan diartikan, orang yang melakukan kegiatan dibidang jurnalistik, kegiatan tersebut berupa kegiatan meliput, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi yang didapatkan tersebut dengan tulisan, suara, gambar , suara dan gambar, serta infografik atapun dalam bentuk lainya dengan media cetak, media elektronik dan segala bentuk saluran yang tersedia.
Dari uraian diatas maka penerapan kode etik jurnalistik sebagai acuan wartawan dalam menerapkan kegiatan pers maupun kegiatan yang berkaitan dengan jurnalistik.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdakaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Berdasarkan hal tersebut, di wajibkan untuk wartawan Indonesia menetapkan dan mentaati kode etik jurnalitsik. Kode etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi, sehingga pada tiap tindakannya, seorang yang merasa berprofesi tentulah membutuhkan patokan moral dalam profesinya. Karenanya, suatu kebebasan termasuk pers sendiri tentunya mempunyai batasan, dimana yang paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nuraninya.
Dalam hal ini, kebebasan pers bukan saja dibatasi oleh Kode Etik Jurnalistiknya akan tetapi ada batasan lain, misalya ketentuan menurut undang-undang. Pada prinsipnya menurut undang-undang No. 40 Tahun 1999 menganggap bahwa kegiatan jurnalistik atau wartawan merupakankegiatan yang sah berhubungan dengan pengumpulan, pengadaan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat atau ulasan, gambar-gambar dan sebagainya, untuk perusahan pers radio, televisi dan film.
Guna mewujudkan hal tersebut dan kaitannya dengan kinerja dari pers, keberadaan insan-insan pers yang profesional tentu sangat dibutuhkan, sebab walau bagaimanapun semua tidak terlepas dari insan-insan pers itu sendiri.
Wartawan yang baik dan profesional sedapat mungkin memilih syarat-syarat bersemangat dan agresif, prakarsa, kepribadian, mempunyai rasa tanggungjawab, akurat dan tepat, pendidikan yang baik, hidung berita dan mempunyai kemampuan menulis dan berbicara yang baik.
Kode Etik Jurnalistik dinyatakan bahwasanya kebebasan pers adalah perwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat sebagai mana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945, yang sekaligus pula merupakan salah satu ciri hukum, termasuk Indonesia.
Namun kemerdekaan tersebut adalah kebebasan yang bertanggungjawab, semestinya sejalan dengan kesejahteraan sosial yang dijiwai oleh landasan moral. Karena dewan pers menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang salah satu landasanya adalah untuk melestarikan kemerdekaan kebebasan pers yang bertanggung jawab, disamping merupakan landasan etika jurnalis. Diantara muatan Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawaban tentang penataanya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia.24 Bahwa tidak ada satupun pasal dalam Kode Etik Jurnalistik yang memberi wewenang kepada golongan manapun diluar dewan pers untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indoensia atau terhadap penerbitan pers. Karena sanksi atas pelanggaran Kode Etik adalah hak yang merupakan organisatoris dari dewan pers melalui organ-organnya.
Menyimak dari kandungan Kode Etik Jurnalistik tampak bahwa nilai-nilai moral, etika maupun kesusilaan mendapat tempat yang sangat penting, namun walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang berbicara dilapangan masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun terlepas dari apakah kenyataan- kenyataan yang ada tersebut melanggar Kode Etik yang ada, norma atau aturan hukum bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap berpeluang pada pribadi insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab masyarakat sendirilah yang dapat menilai penerbitan media yang memang ditujukan untuk melayani masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi Kode Etiknya.
Kandungan Kode Etik Jurnalistik
Pada tahun 2006 kode etik tersebut direvisi namanya menjadi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan didiratifikasi oleh 26 organisasi wartawan pada 14 maret 2006. Diluar perbedaan soal nama dan jumlah pasal, secara prinsip kode etik wartawan indonesia dan kode etikjurnalistik memuat kaidah normatif yang sama. Inti sari dari kode etik Jurnalistik adalah sebagai berikut:
1. Independensi
2. Akurat dan Berimbang
3. Tidak Beritikat Buruk
4. Profesional
5. Selalu Menguji Informasi
6. Tidak Mencampurkan Antara Fakta dan Opini
7. Asas Praduga Tak Bersalah
8. Tidak Membuat Berita Bohong, Fitnah, sadis dan Cabul
9. Melindungi Korban Kejahatan susila dan anak pelaku kriminalitas
10.Larangan Menyalahgunakan Profesi dan Suap
11.Hak Tolak, Hak Jawab dan Hak Koreksi
12.Menghargai Kesepakatan dengan narasumber
13.Menghindari Prasangka Deskriminatif dan Menghormati Privasi.
Sementara itu, wartawan dalam pendefinisian persatuan wartawan Indonesia, hubungan dengan kegiatan tulis menulis yang diantaranya mencari data (riset, liputan, verifikasi) untuk melengkapi laporannya. Wartawan dituntut untuk objektif, hal ini berbeda dengan penulis kolom yang biasa mengemukakan subjektivitasnya.
Tidak mudah memberikan definisi tentang wartawan, demikian juga definisi mengenai pekerjaan. Biladikatakan wartawan adalah seorang yang menulis disurat kabar atau majalah tanpa menyinggung wartawan kantor berita, televisi, atau radio, nyatakan adanya wartawan yang tidak pernah menulis karena karena kedudukan serta tanggung jawabnya dalam hirarki perusahan pers tempat ia bekerja, pengarang, guru, mahasiswa, dosen, guru besar dan para ahli yang menulis banyak sedikitnya teratur dimedia cetak tanpa berpresentasi menyebut dirinya wartawan.
Kendatipun pengecualian selalu ada, dalam konteks uraian ini, sebagaimana ketentuan hukumnya yang tertuang dalam Undang-Undang No.11/1996 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers, bab I, pasal I, ayat 4 yang disebut wartawan itu adalah karyawan yang melakukan pekerjaan kewartawanan adalah karyawan yang melakukan pekerjaan kewartawanan secara secara kontinu.
Sementara itu, kewartawanan adalah pekerjaan, kegiatan, usaha yang sah yang berhubungan dengan pengumpulan, pengelohan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan lain-lain sebagainya untuk perusahan pers, radio, televise dan film. Jadi wartawan pada dasarnya, adalah setiap orang yang berurusan dengan warta atau berita. Pengertian wartawan tercantum dalam undang-undang No. 40/1999 tentang pers, bab I, pasal I, ayat 4.
Wartawan adalah orang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Dengan demikian, siapapun yang melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan warta atau berita, biasa disebut wartawan, baik mereka bekerja pada surat kabar, majalah, radio, televisi, film, maupun kantor berita.
Seorang wartawan dituntut untuk paham dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa tingkat professional wartawan dapat diukur dari patuhnya kepada ketetapan Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku. Untuk mendapatkan wartawan yang professional dan patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku. Perusahaan Media harus turut serta, misalnya selalu mengingatkan dan memantau para wartawan mereka dalam mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku yang berlaku.
Dikutip dari laman pwi.or.id,
https://www.pwi.or.id/detail/285/PD-PRT
Kode Perilaku Wartawan PWI
Perjuangan wartawan Indonesia merupakan bagian yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa dan negara. Wartawan Indonesia bertanggung jawab dan berbakti kepada masyarakat, rakyat, danbangsanya. Wartawan Indonesia, dengan demikian, patut menghormatihak-hak asasi setiap orang.
Wartawan Indonesia juga bertanggung jawab kepada profesi dan hati nuraninya sendiri. Oleh karena itu, wartawan Indonesia wajib menjaga marwah,harkat, martabat, dan integritas profesi wartawan dengan sebaik-baiknya. Maka seluruh anggota Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) harus menjunjung tinggi konstitusi bangsa Indonesia, yaituUndang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagai norma tertinggi.
Selain itu anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) wajib pola menaati Undang-Undang Pers, Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga(PRT) PWI, termasuk patuh dan tunduk terhadap Kode Etik Jurnalistik(KEJ) serta disiplin organisasi PWI.
Dalam menegakkan segala aturan dan menjalankan profesi kewartawanannya,diperlukan pedoman perilaku operasional yang jelas dan konkrit,sehingga tidak menimbolkan kebimbangan. Pedoman perilaku ini jugamenjadi acuan dan panduan dalam menjalankan tugas profesi dilapangan, dan dengan demikian dapat diketahui mana yang perlu dihindari dan mana yang justru perlu dilakukan, disertai sanksi yang jelas.
Pedoman perilaku wartawan ini sekaligus akan menjadi perisai pelindungan wartawan dalam menjalan tugas dan peranannya dari berbagai ancaman, gangguan dan rintangan pihak ketiga. Atas dasar itolah Kode Perilaku Wartawan disusun dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) serta Kode Etik Jurnalistik (KEJ) PWI.
Penulis: M. Rio Aldo (PWI Kampar)
Ikuti Kami di Halaman FACEBOOK RAKYAT TIMES dan TELEGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terupdate
***
Dapatkan info berita terbaru via Group Whatsapp RAKYAT TIMES
***
Ikuti INSTAGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terbaru dalam Gambar.