PEKANBARU(RakyatTimes.id) – Teratak Literasi mengadakan kegiatan Diskusi Novel Terbaru karya Tere Liye yang berjudul Hello. Novel ini baru saja dirilis pada bulan April lalu dan saat ini sudah tersedia di toko buku seluruh Indonesia. Tere Liye merupakan salah satu penulis Indonesia yang sangat produktif. Dalam satu tahun Tere Liye mampu merilis 3-4 buku.
Pada bulan Februari lalu Tere Liye merilis novel yang berjudul Tanah Para Bandit yang merupakan rangkaian dari Novel Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk dan Bedebah di Ujung Tanduk. Kali ini Tere Liye menghadirkan novel dengan genre yang berbeda dengan sebelumnya.
Pemantik diskusi novel ini adalah Pamula Trisna Suri dan Bambang Kariyawan Ys. Pamula mengatakan, kepada RakyatTimes.id, Ahad (14/05/2023) di Teratak Literasi, Pekanbaru, bahwa Novel Tere Liye memang selalu mengejutkan. Terkadang kita terkecoh dengan judulnyta kemudian menebak-nebak isi cerita didalamnya. Termasuk novel ini, kisah cinta yang terhalang karena tingkat strata sosial yang dikemas dengan dahsyat dan membuat pembaca penasaran pada setiap lembarnya. Yang paling menarik adalah Tere Liye menjadikan tokoh Ana seorang artisek perempuan yang tangguh sebagai perantara kisah cinta antara Hesty dan Tigor melalui kisah-kisah Hesty pada saat akan merenovasi rumahnya. Hal yang menjadi perhatian lainnya adalah terdapat pesan untuk tidak membeli buku bajakan pada beberapa lembar halaman.” ungkapnya.
Jika Pamula mengulas novel tersebut dari sudut pandang pembaca, maka Bambang melihat novel ini dari segi sosiologi.
“Membincangkan novel “Hello” karya membuat kita harus melihat kilas balik pada periode masa Orde Baru. Latar cerita yang dibangun mengingatkan kita akan sosok nomor satu di negeri ini. Beliau memimpin dengan filosofi Jawa dan otoritas kemiliterannya tergambar dari apa yang dialami tokoh Raden Wijaya dalam novel ini. Selain itu tokoh utama Tigor dan Hesty dalam cerita ini adalah korban masa lalu akan dendam status kelas dua dalam keluarga ningrat. Egoisme dan standar yang dibangun Raden Wijaya membuat jurang strata atasan dan bawahan semakin berjarak,” jelas Bambang.
“Perbincangan novel menjadi menarik dan bergizi kala bahasannya didekatkan dengan berbagai teori Sosiologi berupa patron klein, stratifikasi, diferensiasi, equilibrium, dan teori cambium. Dalam novel ini secara khusus penulis menyelipkan pesan-pesan anti bajakan. Mari kita dukung bersama upaya Tere Liye memberantas bajakan buku dengan membeli buku yang asli. Mengingat mahalnya harga imajinasi dan karya intelektual,” papar Bambang dalam diskusi.
Salah satu peserta, Nafi’ah Al Ma’rab juga menanggapi bagaimana proses kreatif Tere Liye dalam membuat sebuah novel. Meskipun ide dan narasinya sederhana namun Tere Liye mampu mengolah unsur-unsur intrinsik dalam menulis novel sehingga ceritanya menjadi menarik.
Kegiatan ini dilanjutkan dengan belajar cipta dan membaca puisi bersama Siti Salmah salah satu penyair perempuan di Riau dan diakhiri dengan sesi foto bersama.(***)
Ikuti Kami di Halaman FACEBOOK RAKYAT TIMES dan TELEGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terupdate
***
Dapatkan info berita terbaru via Group Whatsapp RAKYAT TIMES
***
Ikuti INSTAGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terbaru dalam Gambar.