RakyatTimes.id – LGBT adalah perilaku penyimpangan sosial yang memiliki orientasi seksual menyimpang (abnormal), yang oleh sebagian orang dianggap sebagai penyakit dan meresahkan.
Berdasarkan perspektif keagamaan, LGBT ini dilarang. Sesuai yang tercantum didalam Q.S. Al-Syu’ara/26:165-166 yang artinya “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia dan kamu tinggalkan isteri-isteri tang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”.
LGBT makin mengkhawatirkan akan merusak masa depan penerus bangsa. Berdasarkan temuan gerakan komunitas LGBT di Garut, Jawa Barat, bahwasanya komunitas LGBT tersebut sudah tidak malu untuk mengumbar identitasnya secara terbuka dan terang-terangan melalui media sosial. Hal ini sangat mengkhawatirkan akan membawa dampak buruk terhadap lingkungan dan pergaulan.
“Fenomena perilaku ditengah masyarakat saat ini ketika seorang perempuan menyerupai laki-laki, dan laki-laki menyerupai perempuan. Berita-berita yang beredar saat ini tentang LGBT, tidak memiliki keputusan yang tegas dalam menolak. Ketika di luar negeri, perilaku LGBT ini dilegalkan, hal ini membawa dampak buruk terhadap psikologis orang-orang yang memiliki penyimpangan seksual.” Ujar KH. M. Cholil Nafis, Ketua MUI Bidang Ukhuwah dan Dakwah.
Berdasarkan UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, mengamanatkan bahwa perkawinan mestinya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Tidak ada aturan yang memperbolehkan pernikahan sesama jenis, baik norma hukum, norma agama, maupun norma sosial masyarakat Indonesia.
Untuk meminimalisir eksistensi LGBT ini, diperlukan pendidikan seks sejak kecil. Pengetahuan umum dan dasar terkait kodrat-kodrat individu berdasarkan jenis kelaminnya. Pendidikan seks adalah upaya orangtua dan pendidik untuk membiasakan perilaku positif yang berkaitan dengan seks, seperti memposisikan peran anak laki-laki dalam pikiran serta tingkah lakunya, dan memposisikan peran anak perempuan dalam pikiran dan tingkah lakunya sebagai anak perempuan.
Pendidikan seksual seharusnya tidak dianggap tabu, karena dengan pendidikan seks dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan terhadap anak untuk tidak terjadi perilaku yang menyimpang. Dengan adanya pendidikan dan pengetahuan ini, tentunya berdampak terhadap kesehatan mental, menyiapkan dan membentuk sikap yang benar terhadap perilakunya terhadap seks. Memahami bahwasanya setiap individu telah memiliki tempatnya masing-masing. Kodrat akan kehidupan sebagai perempuan, maupun sebagai laki-laki.
Komunikasi antara orangtua-anak dibutuhkan untuk memberikan anak pengetahuan tentang pendidikan seks secara benar. Karena jika anak-anak mencari tahu sendiri tentang jati dirinya, hal ini dapat berdampak terhadap psikologis anak yang mengakibatkan adanya perilaku penyimpangan sosial.
Ketika media sosial menjadi wadah untuk mendapatkan akses serta kemudahan didalam mengeksplorasi gaya hidup dan eksistensi kaum LGBT, konten-konten yang beredar secara bebas dan perilaku yang menunjukkan kemesraan pada orang-orang LGBT ini tentunya patut dipertanyakan. Anak-anak dibawah umur yang melihat konten di media sosial, akan berpengaruh pada pola pikirnya ketika mengkonsumsi konten-konten seperti kemesraan laki-laki dan laki-laki, kemesraan antar perempuan dan perempuan, hingga transgender.
Dalam konteks LGBT, lgbt lebih besar dosanya dari berzina. Yang menjadi catatan adalah perilaku-perilaku propaganda dan mengarah ke pelecehan seksual.
“Fenomena LGBT di Indonesia dipengaruhi oleh teknologi dan media sosial”, ucap Zoya Amirin, selaku sosiolog dalam wawancaranya di acara dua sisi yang ditayangkan melalui jaringan televisi tvOne. Preferensi seksual mengacu pada hati, fisik, bukan soal kelamin. Orientasi seksual terjadi berbagai faktor, salah satunya jatuh cinta dan kenyamanan. Penyimpangan ini dikategorikan pada patologi sosial dan perilaku sosial yang menyimpang.
Pemerintah diminta secara tegas untuk mengatur perundang-undangan terkait LGBT, adanya kerjasama antar pemerintah, dan kominfo yang memblokir konten-konten LGBT seperti bermesraan sesama jenis. Ketika konten-konten tidak memberikan faedah seperti konten LGBT, maka ini merusak moral, keagamaan, dan Pancasila.
71 Negara telah menyetujui bahwa LGBT dilarang dengan mengesahkannya. Pertanyaannya bagaimana dengan Indonesia? Terlepas dari sudut pandang agama, LGBT menyalahi naluri makhluk hidup yaitu untuk mempertahankan spesiesnya. Karena itu kita seharusnya mencari solusi untuk membuat kaum LGBT normal kembali, bukannya malah menormalisasi tindakan LGBT.
Penulis: Imelda Novrianti Mahasiswi Jurusan BKI UIN suska Riau
Ikuti Kami di Halaman FACEBOOK RAKYAT TIMES dan TELEGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terupdate
***
Dapatkan info berita terbaru via Group Whatsapp RAKYAT TIMES
***
Ikuti INSTAGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terbaru dalam Gambar.