RakyatTimes.id – Dewasa ini simbol pelangi bukan lagi diartikan sebagai keindahan menurut beberapa budaya, melainkan sebuah simbul dari Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer +(LGBTQ).
Fenomena LGBT (biasa disingkat) bukan lagi menjadi fenomena baru bagi kalangan aktivis LGBT mereka menyebut bahwa simbol pelangi merupakan simbol perdamaian digunakan sejak tahun 1990.
Isu dari LGBT menjadi pertanyaan dari berbagai negara salah satunya Indonsesia. Ruang pergerakan bagi aktivis gerakan LGBT kini sudah mulai muncul ke permukaan dengan dalih “HAM” ada juga yang memberikan layanan-layanan seperti halnya konseling maupun psikolog di ruang lingkup kampus secara percuma.
Berdirinya organisasi transgender pertama di Indonesia dimulai pada tahun 1969 dengan nama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD), yang pada saat itu difasilitasi langsung oleh Ali Sadikin Gubernur Jakarta pada saat itu. Adapun Lambda Indonesia merupakan organisasi gay pertama di Asia seligus secara tidak langsung merupakan menjadi yang pertama di Indonesia pada 1 Maret 1982 sebagai simbol lahirnya LGBT atau lahirnya Hari Solidaritas LGBT Nasional.
November 2006 dilakukan pertemuan organisasi internasional HAM dan para ahli HAM dari seluruh dunia di Universitas Gadjah Mada yang menghasilkan prinsip-prinsip Yoyakarta pertama dengan hasil melindungi hak asasi manusia LGBT serta mengintegrasikan dalam hukum HAM internasional.
Hal ini memicu perdebatan dari berbagai kalangan melalui berbagai macam perspektif. Pengamat sosial budaya Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Anshari Yamamah memandang bahwa aktivis LGBT harus diawasi dan di pantau agar tidak menjadi sebuah jamur bagi masyarakat. Ia mengutarakan. Bahwa kelompok LGBT melanggar ajaran norma, moral, tradisi, adat yang ada di Indonesia.
“Ini harus dicegah. Tapi untuk mencegah itu tentu harus melibatkan unsur-unsur pimpinan pemerintah dan lembaga terkait seperti dinas sosial. Artinya kelompok-kelompok itu diberikan pencerahan, pelatihan-pelatihan atau kegiatan yang lebih produktif,” ujarnya
Bobby Nasution Walikota Medan, melihat banyak pria berpasangan pada saat malam tahun baru.
“LGBT itu dalam Agama apapun tidak ada ajaran, di kebudayaan kita pun tidak ada mengajarkan nikah sesama jenis, tidak bakal punya keturunan,” ungkapnya
Adapun kebanyakan masyarakat Indonesia masih banyak yang menentang LGBT dan mengatakan bahwa LGBT merupakan sebuah tindakan yang asusila dan sangat jauh dari budaya Indonesia yang mayoritas umat Muslim (terbanyak di Dunia).
Maka dari itu kelompok LGBT tentunya merasa tertekan dan sulit untuk mendapatkan hak mereka sebagai warga negara Indonesia selain itu para kelompok/aktivis LGBT acapkali melakukan pergejolakan sosial. Banyak dari masyarakat yang membenci fenomena ini dan harus dimusnahkan hingga ke akar-akarnya.
Karena itulah masyarakat enggan memberikan ruang gerak terhadap kelompok LGBT namun, saat ini para aktivis LGBT sudah merasa tenang pada saat ini karena banyak para influencer-influencer sudah memberikan ruang gerak bagi mereka sehingga harapannya bahwa masyarakat akan lambat laun menerima fenomena ini.
Acapkali Indonesia disorot media luar dengan beragam kontroversi, menurut media barat LGBT merupakan kebebasan masyarakat dalam pers serta HAM, hal ini berbanding terbalik di negara Timur (Asia). Akibat itulah perlahan Indonesia sudah mulai melonggarkan dalam pergerakan aktivis LGBT, negara menjamin hak LGBT untuk tetap hidup bermasyarakat, akan tetapi tidak untuk mempromosikan sesuatu yang bersifat Pelangi.
Namun hukum di Indonesia sendiri tidak melindungi para kaum LGBT dari diskriminasi atau bahkan pelecehan baik secara verbal maupun non verbal. Indonesia sendiri memilih untuk tetap menolak LGBT akan tetapi tetap memahami transgender sebagai lagi-lagi dalih menjamin hak masyarakat di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan bahwa kaum LGBT harus tetap pada jenis kelamin ketika mereka lahir.
“Jika mereka tidak mau menyembuhkan diri secara medis dan agama, mereka harus rela untuk menerima nasib mereka untuk ditertawakan dan dilecehkan.” Ujar anggota MUI.
Apa itu Moral? Standar perilaku yang memungkinkan setiap orang untuk hidup secara kooperatif dalam suatu kelompok. Moral dapat mengacu pada sanksi-sanki masyarakat terkait perilaku yang benar dan dapat diterima.
Apa itu HAM? Seperangkat hak yang melekat pada diri manusia sejak ia dilahirkan yang wajib dihormati, dijunjing tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang.
Bagaimana menurutmu? Akankah perdebatan ini berakhir?
Penulis: Medio Aprillo Dinovand, jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Ikuti Kami di Halaman FACEBOOK RAKYAT TIMES dan TELEGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terupdate
***
Dapatkan info berita terbaru via Group Whatsapp RAKYAT TIMES
***
Ikuti INSTAGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terbaru dalam Gambar.