RakyatTimes.id – Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Kominfotik) Provinsi Riau, Erisman Yahya menekankan bahwa tidak ada lembaga atau institusi yang terkesan membela para pelaku LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
“Tidak hanya Islam, semua agama sebenarnya juga melarang perilaku LGBT. ‘Hemat kami, tidak perlu sampai merujuk hukum internasional dan mengusung isu HAM untuk membela pelaku LGBT. Kita pedomani saja norma adat-istiadat di Negeri Riau ini. Ajaran agama yang kita peluk, apa ada yang membolehkan LGBT? Kan tak ada,” ucap Erisman di Pekanbaru, Selasa (3/1/2023).
Dikatakannya, Gubernur Riau Syamsuar memang mengecam keras perilaku LGBT karena tanggung jawab beliau sebagai pemimpin, orang nomor satu di Provinsi Riau. Apalagi kecenderungan perilaku LGBT ini semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. ‘Akibatnya sangat nyata. Para penderita HIV/AIDS juga jadi meningkat di Riau.
Orang-orang LGBT sering kali mengangakat isue dan pembelaan diri tentang dirinya dengan argumentasi hak asasi manusia. Manusia tentunya memiliki hak untuk memilih, akan tetapi setiap pilihan disertai konsekwensi dan pertanggungjawaban yang harus diemban.
Hak asasi manusia tentu tidak boleh merusak atau bahkan menghilangkan hukum keseimbangan yang ada di muka bumi. Untuk itu, sebagai muslim tentunya kita harus mencegah terjadinya kerusakan tersebut dengan cara yang benar dan objektif.
Menentang LGBT tentu tidak bisa dilawan dengan kekerasan atau bahkan dilawan dengan cara-cara radikal. Islam senantiasa menyuruh menyelesaikan persoalan dengan cara yang benar, sesuai konteks masalah dan juga menyelesaikan tanpa ada efek yang negatif.
Allah di dalam Al-Quran tidak menyebutkan kembali selain dari golongan pria dan wanita. Untuk itu, yang seharusnya adalah adanya pria dan wanita. Jika ada pria yang seperti wanita dan wanita seperti pria tentunya hal ini menjadi suatu permasalahan. Jika pun ditinjau dari aspek fisik dan psikologis, hal ini perlu diperbaiki dan perlu menjadi fokus untuk diselesaikan.
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)” (QS An Nur : 26).
Begitupun ayat di atas menjelaskan bahwa Alah menyebutkan wanita untuk laki-laki dan laki-laki untuk wanita. Tidak ada lagi informasi jenis kelamin selain dari hal tersebut. Untuk itu, sebagai manusia tentunya kita harus menerima akan ketetapan Allah terhadap diri kita, apakah jati diri kita laki-laki atau perempuan, tentunya harus bisa dipahami dan dimaknai oleh manusia.
Permasalahan LGBT di Indonesia banyak menimbulkan pertentangan dengan adanya pro dan kontra. Pendukung LGBT menganggap bahwa ini merupakan sebuah Hak Asasi Manusia karena merupakan orientasi seksual. Sedangkan bagi kalangan yang tidak setuju akan hal ini, mereka menganggap negara Indonesia adalah negara yang ber ke-Tuhanan, dimana mereka bebas mengikuti ajaran agamanya masing-masing. Berdasarkan pada ajaran agama-agama yang diakui di Indonesia, tidak terdapat alasan yang membenarkan perilaku seksual menyimpang kaum LGBT, sehingga dalam hal ini mereka sangat menjunjung tinggi moral dan agamanya.
Dengan adanya hal sedemikian rupa, masyarakat serta negara harus berusaha semaksimal mungkin upaya preventif terhadap berkembangnya LGBT ini. Berdasarkan uraian di atas, sistem hukum di Indonesia mengakui “konsep” HAM dan agama, sehingga perlu dikaji seperti apa pandangan hak- hak kaum LGBT dari perspektif HAM di Indonesia dan bagaimana hukum di Indonesia mengatur perilaku seksual menyimpang berdasarkan kepentingan perlindungan HAM dan penghormatan agama.
1. Bagi sebagian orang yang mendukung adanya kelompok LGBT ini, mereka menggunakan HAM sebagai pelindung mereka yang diatur dalam UUD RI Tahun 1945 Pasal 28 E: Setiap orang berhak memeluk agamanya dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dangan hati nuraninya.
Dalam peraturan perundang-undangan telah ditetapkan pembatasan bahwasanya pernikahan yang diakui adalah pernikahan yang dilangsungkan secara sah yang tercantum dalam Pasal 28B UUD NRI 1945 “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Pernikahan dianggap sah jika dilaksanakan berdasarkan ketentuan agama, dan pernikahan adalah dilakukan oleh seorang pria dan wanita (UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974).
Secara moral, etika, nilai agama, dan norma-norma yang berada dalam masyarakat itu sendiri, hubungan seksual tanpa menikah antara lelaki dan perempuan tidak dibenarkan oleh masyarakat, apalagi jika ditambah dengan perilaku seksual tersebut menyimpang dari kodrat fitrahnya sebagai manusia. Dengan begitu, perkawinan sejenis bertentangan dengan hukum Indonesia.
Penulis: Nur Azizah
Ikuti Kami di Halaman FACEBOOK RAKYAT TIMES dan TELEGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terupdate
***
Dapatkan info berita terbaru via Group Whatsapp RAKYAT TIMES
***
Ikuti INSTAGRAM RAKYAT TIMES untuk mendapatkan informasi terbaru dalam Gambar.